PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN BUAH JERUK
PENDAHULUAN
Jeruk Komersial Indonesia
Secara
umum jeruk yang dihasilkan di dalam negeri mutunya terutama penampilan
buah masih kalah bersaing dengan jeruk impor sehingga harga jualnya juga
relatif lebih rendah. Masalah mendasar dari rendahnya mutu buah jeruk
pasca panen adalah memar, lewat masak saat panen, perubahan komposisi,
dan pembusukan. Penyebab utamanya adalah kegiatan panen dan penangann
pasca panennya belum memadai.
Sebagai contoh, kebiasaan petani yang
melakukan panen pada saat buah belum masak atau membiarkan buah
melampaui masak optimal di pohon karena untuk mendapatkan harga tinggi
atau karena sitem ijon. Kondisi ini ini diperparah oleh minimnya
penanganan paska panen yang dilakukan oleh petani maupun pedagang buah
sehingga mutu buah (penampilan, kesehatan, kandungan gizi) sangat
beragam dan cenderung kurang memuaskan konsumen.
Buah
jeruk setelah dipetik masih melakukan proses fisiologis yaitu respirasi
dan transpirasi yang menyebabkan perubahan kandungan zat-zat dalam
buah. Respirasi adalah suatu proses pengambilan O2 untuk memecah senyawa-senyawa organik (substrat) menjadi CO2, H2O
dan energi. Sedangkan transpirasi adalah proses kehilangan air melalui
penguapan. Substrat yang penting dalam respirasi meliputi karbohidrat,
beberapa jenis gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa; asam
organik; dan protein.
Berdasarkan ketersediaan O2,
respirasi dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu respirasi aerob
dan respirasi anaerob. Respirasi aerob merupakan proses respirasi yang
membutuhkan O2, sebaliknya respirasi anaerob merupakan proses repirasi
yang berlangsung tanpa membutuhkan O2. Respirasi anaerob sering disebut
juga dengan nama fermentasi. Respirasi aerob pada buah tropis
digambarkan dengan reaksi berikut:
C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + 678kal
Berdasarkan
pola respirasinya, buah dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu buah
klimakterik dan non klimakterik. Buah klimakterik adalah buah yang
mengalami kenaikan produksi CO2 secara
mendadak, kemudian menurun secara cepat. Buah klimakterik mengalami
peningkatan laju respirasi pada akhir fase kemasakan, sedang pada buah
non klimakterik tidak terjadi peningkatan laju respirasi pada akhir fase
pemasakan. Buah jeruk termasuk non klimaterik,
sebaiknya panen dilakukan sebelum akhir fase kemasakan buah agar daya
simpannya lebih lama.
Adanya respirasi menyebabkan buah menjadi masak
dan tua yang ditandai dengan proses perubahan fisik, kimia, dan biologi
antara lain proses pematangan, perubahan warna, pembentukan aroma dan
kemanisan, pengurangan keasaman, pelunakan daging buah dan pengurangan
bobot. Laju respirasi dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui
daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semangkin tinggi laju
respirasi, semakin pendek umur simpan. Bila proses respirasi berlanjut
terus, buah akan mengalami kelayuan dan akhirnya terjadi pembusukan yang
sehingga zat gizi hilang.
Laju
respirasi buah dan sayuran dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor
luar. Faktor dalam yang mempengaruhi respirasi adalah tinggkat
kedewasaan, kandungan substrat, ukuran produk, jenis jaringan dan
lapisan alamiah seperti lilin, ketebalan kulit dan sebagainya. Sedangkan
faktor luar yang mempengaruhi adalah suhu, konsentrasi gas CO2 dan O2 yang tersedia, zat-zat pengatur tumbuh, dan kerusakan yang ada pada buah.
Penanganan Paska panen
Aktivitas
panen dan penanganan seperti teknik pemanenan yang kurang tepat,
sortasi yang tidak baik, pengemasan dan pengepakan, pengangkutan dan
penyimpanan yang kurang diperhatikan serta adanya serangan hama dan
penyakit dapat menyebabkan kerusakan buah jeruk hingga sekitar 25%.
Untuk menghasilkan jeruk bermutu tinggi, alur penanganan panen hingga
pemasaran yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut :
Panen
Umur
buah/tingkat kematangan buah yang dipanen, kondisi saat panen, dan cara
panen merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi mutu jeruk. Umur
buah yang optimum untuk dipanen adalah sekitar 8 bulan dari saat bunga
mekar. Ciri-ciri buah yang siap dipanen : jika dipijit tidak terlalu
keras; bagian bawah buah jika dipijit terasa lunak dan jika dijentik
dengan jari tidak berbunyi nyaring, warnanya menarik (muncul warna
kuning untuk jeruk siam), dan kadar gula (PTT) minimal 10%. Kadar gula
dapat ditentukan dengan alat hand refraktometer di
kebun.
Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen
sekaligus, tergantung pada kematangannya. Jeruk termasuk buah yang
kandungan patinya rendah sehingga bila dipanen masih muda tidak akan
menjadi masak seperti mangga. Jika panen dilakukan setelah melampaui
tingkat kematangan optimum atau buah dibiarkan terlalu lama pada pohon,
sari buah akan berkurang dan akan banyak energi yang dikuras dari pohon
sehingga mengganggu kesehatan tanaman dan produksi musim berikutnya.
Panen yang tepat adalah pada saat buah telah masak dan belum memasuki
fase akhir pemasakan buah. Dalam penyimpanan, rasa asam akan berkurang
karena terjadi penguraian persenyawaan asam lebih cepat dari pada
peruraian gula.
Kerusakan
mekanis selama panen bisa menjadi masalah yang serius, karena kerusakan
tersebut menentukan kecepatan produk untuk membusuk, meningkatnya
kehilangan cairan dan meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen
yang berakibat pada cepatnya kemunduran produk. Panen dapat dilakukang
dengan tangan maupun gunting. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
panen jeruk :
- Jangan melakukan panen sebelum embun pagi lenyap.
- Tangkai buah yang terlalu panjang akan melukai buah jeruk yang lain sehingga harus di potong di sisakan sekitar 2 mm dari buah.
- Panen buah di pohon yang tinggi harus menggunakan tangga, agar cabang dan ranting tidak rusak.
- Jangan memanen buah dengan cara memanjat pohon, karena kaki kotor dapat menyebarkan penyakit pada pohon
- Pemanen buah dilengkapi dengan keranjang yang dilapisi karung plastik atau kantong yang dapat digantungkan pada leher.
- Wadah
penampung buah terbuat dari bahan yang lunak, bersih, dan buah
diletakkan secara perlahan. Krat walau biaya awalnya mahal, bisa
ditumpuk, bertahan lama, dapat dipakai berulang-ulang dan mudah
dibersihkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jeruk yang cara pengambilanya berhati-hati dan disimpan pada temperatur kamar 23-31oC
selama 3 minggu, yang busuk mencapai 7 %; buah yang dijatuhkan diatas
lantai yang busuk sebanyak 12 %; buah yang dipetik basah yang busuk
sebesar 21 %; buah yang dipetik terlalu masak yang busuk sebanyak 29 %;
buah yang terkena sinar matahari selama satu hari yang busuk sebanyak
38 %.
2. Sortasi dan Pencucian
Sortasi
atau seleksi merupakan salah satu rangkaian dari kegiatan setelah panen
yang umumnya dikerjakan di bangsal pengemasan atau di kebun dengan
tujuan memisahkan buah yang layak dan tidak layak untuk dipasarkan
(busuk, terserang penyakit, cacat, terlalu muda/tua dan lain-lain).
Sortasi juga dilakukan untuk memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan
oleh pemerintah atau pasar. Setelah sortasi, buah jeruk dicuci untuk
membersihkan kotoran dan pestisida yang masih menempel pada permukaan
kulit buah. Buah direndam dalam air yang dicampur deterjen atau cairan
pembersih 0,5-1 %, kemudian digosok pelan-pelan menggunakan lap halus
atau sikat lunak jangan sampai merusak kulit. Selanjutnya buah dibilas
dengan air bersih, dikeringkan menggunakan lap lunak dan bersih atau
ditiriskan.
3. Pemutuan
Pemutuan
atau grading dilakukan setelah sortasi dan pencucian untuk
mengelompokan buah berdasarkan mutu yaitu, ukuran, berat, warna, bentuk,
tekstur, dan kebebasan buah dari kotoran atau bahan asing. Peranan
penerintah tidak hanya terbatas pada bidang pemasaran saja. Tetapi yang
paling penting ialah penetapan standarisasi buah, yang mencakup kualitas
buah. Sehubumgan dengan standarisasi buah tersebut, Standar Nasional
Indonesia (SNI) menggolongkan buah jeruk kedalam 4 kelas berdasarkan
bobot atau diameter buah (Tabel 1).
Tabel 1. Kriteria Jeruk Keprok, termasuk Jeruk Siam (SNI 01-3165-1992)
Kelas | Bobot (g) | Diameter (cm) |
A | ≥ 151 | ≥ 71 |
B | 101 – 150 | 61 -70 |
C | 51 – 100 | 51 -60 |
D | ≤ 50 | 40 – 50 |
4. Pelilinan
Beberapaa
jenis buah secara alami dilapisi oleh lilin yang berfungsi sebagai
pelindung terhadap serangan fisik, mekanik, dan mikrobiologis. Pelapisan
lilin pada buah-buahan sebenarnya adalah menggantikan dan menambah
lapisan lilin alami yang terdapat pada buah yang sebagian besar hilang
selama penanganan karena lapisan lilin yang menutupi pori-pori buah
dapat menekan respirasi dan transpirasi sehingga daya simpan buah lebih
lama dan nilai jualnya lebih baik. Manfaat lainnya adalah meningkatkan
kilau dan menutupi luka atau goresan pada permukaan kulit buah sehingga
penampilannya menjadi lebih baik.
Pelilinan terhadap buah jeruk segar
pertama kali dikenal sejak abad 12-13 oleh bangsa Cina, tetapi pada saat
itu tanpa memperhatikan adanya efek-efek respirasi dan tranpirasi
sehingga lapisan lilin yang terbentuk terlalu tebal, mengakibatkan
respirasi anaerob (fermentasi) dan menghasilkan jeruk yang masam dan
busuk. Oleh karena itu, pelilinan harus diupayakan agar pori-pori kulit
buah tidak tertutupi sama sekali agar tidak terjadi kondisi anaerob di
dalam buah. Sebaliknya, jika lapisan lilin terlalu tipis hasilnya
kurang efektif mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Dibandingkan
dengan pendinginan. aplikasi lilin kurang efektif dalam menurunkan laju
respirasi sehingga pelilinan banyak dilakukan untuk melengkapi
penyipanan dalam suhu dingin.
Lilin
yang digunakan dapat berasal dari berbagai sumber seperti tanaman,
hewan, mineral maupun sintetis. Kebanyakan formula lilin dipersiapkan
dengan satu atau lebih bahan seprti beeswax, parafin wax, carnauba wax
(secara alami didapat dari carnauba palm) dan shellac (lilin dari
insekta). Syarat lilin yang digunakan : tidak mempengaruhi bau
dan rasa buah, cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap
dan licin, tipis, tidak mengandung racun, harga murah dan mudah
diperoleh. Syarat komoditi yang dilapisi adalah segar (baru dipanen) dan
bersih, sehat (tidak terserang hama/penyakit), dan ketuaan cukup. Lilin
yang banyak digunakan adalah lilin lebah yang diemulsikan dengan
konsentrasi 4 – 12%. Air yang digunakan tidak boleh menggunakan air
sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air tersebut dapat
merusak emulsi lilin. Aplkasinya dapat dilakukan dengan, penyemprotan,
pencelupan, atau pengolesan.
Untuk
membuat emulsi lilin standar 12 % diperlukan lilin lebah 120 g, asam
oleat 20 g, triethanol amin (TEA) 40 g dan air panas 820 cc. Lilin
dipanaskan dalam panci sampai mencair, kemudian dimasukkan dalam
blender. Selanjutnya dituang sedikit demi sedikit asam oleat, TEA dan
air panas, larutan diblender 2-5 menit agar tercampur dengan sempurna
kemudian emulsi lilin didinginkan. Emulsi lilin dapat digunakan setelah
proses pendinginan selesai dilaksanakan.
Sebenarnya
pelilinan buah-buahan itu tidak mengandung racun karena menggunakan
lilin lebah dan konsentrasinya pelilinannya sedikit sekali. Yang paling
dikuatirkan buah-buahan itu rawan kandungan pestisida kemudian terlapisi
lilin sehingga pestisidanya masih menempel pada buah. Kandungan
pestisida inilah yang sangat berbahaya bila sampai termakan, bisa
menyebabkan banyak penyakit diantaranya kanker, leukimia, tumor,
neoplasma indung telur dll.
5. Labeling dan Pengemasan
Pengemasan
buah bertujuan melindungi buah dari luka, memudahkan pengelolaan
(penyimpanann, pengangkutan, distribusi), mempertahankan mutu,
mempermudah perlakuan khusus, dan memberikan estetika yang menarik
konsumen. Kemasan dan lebel jeruk perlu di desain sebaik mungkin baik
warna dan dekorasinya karena kemasan yang bagus dapat menjadi daya daya
tarik bagi konsumen.
Bila
jeruk akan dikirim keluar kota, buah jeruk yang diangkut dengan peti
akan lebih aman dari pada dengan keranjang bambu atau karung karena
keranjang atau karung tidak dapat meredam goncangan selama
penggangkutan.
Peti
jeruk harus di paku kuat-kuat, bagian ujung dan tengah-tengahnya diikat
tali kawat atau bahan pengikat kain yang kuat. Bahan peti dipilih yang
ringan dan murah misalnya kayu senggon laut (albazia falcata) atau kayu
pinus. Bentuk peti disesuaikan dengan bak angkutan, disarankan persegi
panjang (60 x 30 x 30 cm) atau bujur sanggkar (30 x 30 x 30 cm), tebal
papan 0,5 cm, lebar 8 cm, jarak antar 1,5 cm agar udara di dalam peti
tidak lembab tetapi juga tidak terlalu panas. Bobot maksimal setiap peti
sebaiknya tidak melebihi 30 kg. Buah jeruk lebih baik jika dibungkus
dengan kertas tissue (potongan/sobekan kertas) kemudian peti diberi
tanda diantaranya yaitu nama barang, jumlah buah setiap peti, berat peti
dan jeruk, kualitas, tanda merek dagang, daerah/negara asal.
6. Penyimpanan
Penyimpanan
buah jeruk bertujuan : memperpanjang kegunaan, menampung hasil panen
yang melimpah, menyediakan buah jeruk sepanjang tahun, membantu
pengaturan pemasaran, meningkatkan keuntungan financial, mempertahankan
kualitas jeruk yang disimpan. Prinsip dari perlakuan penyimpanan :
mengendalikan laju respirasi dan transpirasi, mengendalikan atau
mencegah penyakit dan perubahan-perubahan yang tidak dikehendaki oleh
konsumen.
Penyimpanan
di ruang dingin dapat mengurangi aktivitas respirasi dan metabolisme,
pelunakan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan karena aktivitas
mikroba (bakteri, kapang/cendawan). Jeruk yang disimpan hendaknya bebas
dari lecet kulit, memar, busuk dan kerusakan lainnya. Untuk mendapatkan
hasil yang baik, suhu ruang penyimpanan dijaga agar stabil. Suhu optimum
untuk penyimpanan buah jeruk adalah 5 – 10oC. Jika suhu terlalu rendah dapat menyebabkan kerusakan buah (chiling injury).
Jika kelembaban rendah akan terjadi pelayuan atau pengkeriputan dan
jika terlalu tinggi akan merangsang proses pembusukan, terutama apabila
ada variasi suhu dalam ruangan. Kelembaban nisbi antara 85-90%
diperlukan untuk menghindari pelayuan dan pelunakan pada beberapa jenis
sayuran. Beberapa produk bahkan memerlukan kelembaban sekitar 90-95%.
Kelembaban udara dalam ruangan pendinginan dapat dipertinggi antara lain
dengan cara menyemprot lantai dengan air. Kelembaban yang tepat akan
menjamin tingkat keamanan bahan yang disimpan terhadap pertumbuhan
mikroba. Sirkulasi udara diperlukan secukupnya untuk membuang panas yang
berasal dari hasil respirasi atau panas yang masuk dari luar.
Sumber : http://yusufsila-tumbuhan.blogspot.com/2011/07/penanganan-panen-dan-pasca-panen-buah.html