SADRAH SEMBIRING, SANG PENANGKAR BIBIT JERUK BERKUALITAS
Membantu petani di Indonesia khususnya di daerah sentra
penghasil tanaman jeruk, Sadrah penangkar bibit jeruk selalu siap
menyediakan sebanyak 100.000 batang bibit. Meski hanya mendapatkan laba
yang sedikit sekitar Rp 10 juta dalam waktu dua tahun, namun pria
berusia 46 tahun ini terus mengembangkan penangkaran bibitnya di atas
lahan seluas dua hektare dengan varietas bibit jeruk siam madu yang
ditangkarkannya sejak tahun 1997.
Hari mulai siang, panas matahari saat itu kian terasa menyengat kulit. Namun suasana di penangkaran jeruk milik Sadrah Sembiring yang dikelilingi pohon jeruk yang menghijau mampu menyegarkan mata dan mengalahkan teriknya mentari kala itu.
Saat MedanBisnis berkunjung ke Rika Horti penangkaran jeruk milik Sadrah di Desa Kubucolia, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, terlihat dengan jelas puluhan ribu batang bibit jeruk hasil okulasi yang tersusun rapi dan yang siap tanam. Tidak hanya itu, juga terlihat bedengan untuk pembibitan benih jeruk Javanese citrus (JC) yang akan dijadikan sebagai batang bawah.
Dulu, Sadrah masih menangkarkan dalam jumlah yang sedikit dan hanya untuk kalangan sendiri. Namun karena permintaan petani yang mulai banyak membuat Sadrah tak bisa menolak dan mulai memutuskan untuk menangkarkan bibit jeruk varietas siam madu dalam jumlah yang besar pula.
“Permintaan bibit ini semakin banyak, karena menanam jeruk itu masih berpotensi dan peluang besar mendapatkan keuntungan,” ujarnya yang terus menyadari peluang usaha di balik penangkaran jeruk miliknya dan membentuk kelompok tani penangkar jeruk dengan nama kelompok tani Kubucolia.
Pada tahun 1999, varietas siam madu akhirnya dilepas sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No.762/KPTS/TP.240/6/99. Sejak saat itu, bibit jeruk keluaran kelompok tani Kubucolia mendapat sertifikat label biru dari Balai Pengawasan dan Setifikasi Benih (BPSB) Dinas Pertanian Sumut.
Sejak tahun 1999 hingga kini, Sadrah memperkirakan sudah ratusan ribu batang bibit jeruk yang keluar dari penangkaran jeruk miliknya. Meski tak ada data valid dalam pembukuan seyogianya sebuah perusahaan, namun dari banyaknya hasil yang dikerjakan setiap harinya, Sadrah memperkirakan hasil bibit jeruk yang keluar sudah mencapai ratusan ribu.
Tak hanya petani di sekitar Tanah Karo yang datang memesan bibit ke penangkaran Sadrah, tapi juga
dari luar daerah seperti Pakpak Bharat, Sidikalang, Sipirok, Tapanuli Utara, Humbahas dan daerah lainnya.
Bibit yang ditangkarkan di Rika Horti tidak hanya dibeli oleh petani antar-kabupaten di Sumut, bahkan sudah mulai lintas propinsi seperti Propinsi Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Bibit jeruk dengan menggunakan JC sebagai batang bawah akan lebih bagus kalau ditanam di daerah dataran tinggi. Tapi jika dipaksakan ditanam di daerah medium dan rendah, rasa buahnya tidak akan semanis jeruk yang ditanam di dataran tinggi, bahkan warnanya juga tidak akan sama.
“Saat ini sudah hampir 90 ribu batang bibit sudah diorder. Kita akan menangkarkan bibit sebanyak-banyaknya sesuai dengan permintaan. Tapi biasanya pertahun kami menghasilkan 100.000 batang bibit,” katanya.
Untuk membantunya menangkarkan bibit jeruk berkualitas, Sadrah telah mempekerjakan 5 orang karyawan tetap di penangkaran miliknya. Jadi, keuntungan dan manfaat dari penangkaran ini tidak hanya dirasakan keluarganya, tapi bisa menjadi berkat bagi banyak orang terutama bagi para karyawan yang telah bekerja.
Kini, di penangkaran miliknya atau yang lebih dikenal dengan usaha dagang Rika Horti, Sadrah tidak hanya menangkarkan jeruk varietas siam madu, tapi juga menangkarkan varietas Keprok Berastepu yang juga telah dilepas menjadi varietas unggul nasional pada tahun 2008 lalu berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 443/KPTS/SR.120/4/2008.
“Untuk jeruk keprok berastepu ini masih baru dan minat petani untuk bertanam varietas tersebut juga masih tergolong rendah. Meskipun sebenarnya kualitas rasanya tidak kalah dengan jeruk siam madu. Bahkan untuk aroma, jeruk berastepu justru lebih wangi dan khas dibandingkan dengan jeruk siam madu,” ucapnya.
Harga jual bibit jeruk ini, diungkapkan Sadrah, mencapai Rp 20.000 perbatang untuk bibit usia 6 bulan dengan panjang batang 30 cm hingga 40 cm. Bibit dengan usia 3 hingga 6 bulan ini idealnya akan berbuah dalam kurun waktu sekitar 3 tahun setelah pertanaman dilakukan. Sedangkan untuk bibit usia 9 hingga 12 bulan dijual seharga Rp 50.000 per batang dengan panjang 1 meter dan penanaman biasanya akan berbuah dalam kurun waktu 2 tahun.
“Jika tidak terkendala dengan modal, saya lebih menyarankan agar petani membeli bibit usia 9 hingga 12 bulan, karena selain proses pertumbuhannya lebih cepat, petani juga akan beruntung karena akan memangkas waktu dan biaya perawatan selama satu tahun,” terang Sadrah.
Untuk modal yang harus dikeluarkannya menghasilkan bibit jeruk berkualitas, diungkapkan Sadrah berkisar Rp 10.000 perbatang. Jadi, jika harga jual bibit Rp 20.000 perbatang, maka dalam setahun diakuinya ia bisa memperoleh keuntungan Rp 100 juta. Meski keuntungan sedikit, namun tidak membuatnya pesimis karena permintaan bibit jeruk terus ada dan diproyeksikan bertambah.
Petani di Sumut sendiri, tambahnya masih semangat menanam jeruk khususnya daerah-daerah dataran tinggi karena jeruk asal Sumut masih mempunyai pasar luas di Indonesia bahkan hingga ke luar negeri.
“Tinggal bagaimana petani mengembangkan tanaman hingga menghasilkan buah yang berkualitas dan layak jual hingga ke luar negeri. Untuk hama dan penyakit tanaman juga dapat dikendalikan, asal petani dapat serius melakukannya dengan berbagai cara tradisional dan hemat anggaran,” pungkasnya. (yuni naibaho)
sumber: http://www.medanbisnisdaily.com
Sumber : http://www.sinabungjaya.com/?p=43135
Hari mulai siang, panas matahari saat itu kian terasa menyengat kulit. Namun suasana di penangkaran jeruk milik Sadrah Sembiring yang dikelilingi pohon jeruk yang menghijau mampu menyegarkan mata dan mengalahkan teriknya mentari kala itu.
Saat MedanBisnis berkunjung ke Rika Horti penangkaran jeruk milik Sadrah di Desa Kubucolia, Kecamatan Dolat Rayat, Kabupaten Karo, terlihat dengan jelas puluhan ribu batang bibit jeruk hasil okulasi yang tersusun rapi dan yang siap tanam. Tidak hanya itu, juga terlihat bedengan untuk pembibitan benih jeruk Javanese citrus (JC) yang akan dijadikan sebagai batang bawah.
Dulu, Sadrah masih menangkarkan dalam jumlah yang sedikit dan hanya untuk kalangan sendiri. Namun karena permintaan petani yang mulai banyak membuat Sadrah tak bisa menolak dan mulai memutuskan untuk menangkarkan bibit jeruk varietas siam madu dalam jumlah yang besar pula.
“Permintaan bibit ini semakin banyak, karena menanam jeruk itu masih berpotensi dan peluang besar mendapatkan keuntungan,” ujarnya yang terus menyadari peluang usaha di balik penangkaran jeruk miliknya dan membentuk kelompok tani penangkar jeruk dengan nama kelompok tani Kubucolia.
Pada tahun 1999, varietas siam madu akhirnya dilepas sebagai varietas unggul nasional berdasarkan SK Menteri Pertanian No.762/KPTS/TP.240/6/99. Sejak saat itu, bibit jeruk keluaran kelompok tani Kubucolia mendapat sertifikat label biru dari Balai Pengawasan dan Setifikasi Benih (BPSB) Dinas Pertanian Sumut.
Sejak tahun 1999 hingga kini, Sadrah memperkirakan sudah ratusan ribu batang bibit jeruk yang keluar dari penangkaran jeruk miliknya. Meski tak ada data valid dalam pembukuan seyogianya sebuah perusahaan, namun dari banyaknya hasil yang dikerjakan setiap harinya, Sadrah memperkirakan hasil bibit jeruk yang keluar sudah mencapai ratusan ribu.
Tak hanya petani di sekitar Tanah Karo yang datang memesan bibit ke penangkaran Sadrah, tapi juga
dari luar daerah seperti Pakpak Bharat, Sidikalang, Sipirok, Tapanuli Utara, Humbahas dan daerah lainnya.
Bibit yang ditangkarkan di Rika Horti tidak hanya dibeli oleh petani antar-kabupaten di Sumut, bahkan sudah mulai lintas propinsi seperti Propinsi Sumatera Barat dan Sumatera Selatan. Bibit jeruk dengan menggunakan JC sebagai batang bawah akan lebih bagus kalau ditanam di daerah dataran tinggi. Tapi jika dipaksakan ditanam di daerah medium dan rendah, rasa buahnya tidak akan semanis jeruk yang ditanam di dataran tinggi, bahkan warnanya juga tidak akan sama.
“Saat ini sudah hampir 90 ribu batang bibit sudah diorder. Kita akan menangkarkan bibit sebanyak-banyaknya sesuai dengan permintaan. Tapi biasanya pertahun kami menghasilkan 100.000 batang bibit,” katanya.
Untuk membantunya menangkarkan bibit jeruk berkualitas, Sadrah telah mempekerjakan 5 orang karyawan tetap di penangkaran miliknya. Jadi, keuntungan dan manfaat dari penangkaran ini tidak hanya dirasakan keluarganya, tapi bisa menjadi berkat bagi banyak orang terutama bagi para karyawan yang telah bekerja.
Kini, di penangkaran miliknya atau yang lebih dikenal dengan usaha dagang Rika Horti, Sadrah tidak hanya menangkarkan jeruk varietas siam madu, tapi juga menangkarkan varietas Keprok Berastepu yang juga telah dilepas menjadi varietas unggul nasional pada tahun 2008 lalu berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 443/KPTS/SR.120/4/2008.
“Untuk jeruk keprok berastepu ini masih baru dan minat petani untuk bertanam varietas tersebut juga masih tergolong rendah. Meskipun sebenarnya kualitas rasanya tidak kalah dengan jeruk siam madu. Bahkan untuk aroma, jeruk berastepu justru lebih wangi dan khas dibandingkan dengan jeruk siam madu,” ucapnya.
Harga jual bibit jeruk ini, diungkapkan Sadrah, mencapai Rp 20.000 perbatang untuk bibit usia 6 bulan dengan panjang batang 30 cm hingga 40 cm. Bibit dengan usia 3 hingga 6 bulan ini idealnya akan berbuah dalam kurun waktu sekitar 3 tahun setelah pertanaman dilakukan. Sedangkan untuk bibit usia 9 hingga 12 bulan dijual seharga Rp 50.000 per batang dengan panjang 1 meter dan penanaman biasanya akan berbuah dalam kurun waktu 2 tahun.
“Jika tidak terkendala dengan modal, saya lebih menyarankan agar petani membeli bibit usia 9 hingga 12 bulan, karena selain proses pertumbuhannya lebih cepat, petani juga akan beruntung karena akan memangkas waktu dan biaya perawatan selama satu tahun,” terang Sadrah.
Untuk modal yang harus dikeluarkannya menghasilkan bibit jeruk berkualitas, diungkapkan Sadrah berkisar Rp 10.000 perbatang. Jadi, jika harga jual bibit Rp 20.000 perbatang, maka dalam setahun diakuinya ia bisa memperoleh keuntungan Rp 100 juta. Meski keuntungan sedikit, namun tidak membuatnya pesimis karena permintaan bibit jeruk terus ada dan diproyeksikan bertambah.
Petani di Sumut sendiri, tambahnya masih semangat menanam jeruk khususnya daerah-daerah dataran tinggi karena jeruk asal Sumut masih mempunyai pasar luas di Indonesia bahkan hingga ke luar negeri.
“Tinggal bagaimana petani mengembangkan tanaman hingga menghasilkan buah yang berkualitas dan layak jual hingga ke luar negeri. Untuk hama dan penyakit tanaman juga dapat dikendalikan, asal petani dapat serius melakukannya dengan berbagai cara tradisional dan hemat anggaran,” pungkasnya. (yuni naibaho)
sumber: http://www.medanbisnisdaily.com
Sumber : http://www.sinabungjaya.com/?p=43135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar